Akuntansi Internasional
“Pelaporan Keuangan dan Perubahan
Harga”
”
Kelompok 5
Kelas 4EB05
Friska
Sinurat 23213588
Ghema
Nugraha M 23213704
Heriyansah 24213070
Igha
De nanta 24213213
Nurma
Dwi Rahmawati 26213690
Nurdiana
Putri Olivia 26213646
Novi
Handani 26213523
Nova
Aisyah 26213505
UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2016/2017
DEPOK
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji serta Syukur kehadirat Allah
SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Mata Kuliah Akuntansi Inernasional mengenai “Pelaporan Keuangan dan
Perubahan Harga” dengan sebaik-baiknya.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada Dr. Imam Subaweh, SE.,MM.,Ak.,CA. selaku Dosen Akuntansi
Internasioal yang selalu membimbing dan mendukung dalam proses pembuatan
makalah ini. Tidak lupa kami berterimakasih pula kepada semua pihak yang telah
ikut membantu dalam pembuatan makalah ini baik materil maupun non-materil
sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami sadar selaku tim
penyusun masih terdapat kekurangan-kekurangan terutama dalam penyajian materi
dan bahasa yang digunakan. Untuk itu, kami membutuhkan kritik serta saran yang
membangun untuk penyusunan makalah di kemudian hari.
Akhir
kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan
bagi penulis khususnya.
Depok,
29 Maret 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam
perkembangan ekonomi saat ini telah timbul berbagai macam adanya inflasi dalam
perubahan harga, Inflasi dapat didefinisikan sangat sederhana sebagai kenaikan
tingkat harga rata-rata untuk barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Banyak
dari kita sangat menyadari fenomena ini. Inflasi merupakan fenomena dunia yang
banyak terjadi di negara berkembang, namun kecenderungan yang ada di negara
maju mengadopsi “akuntansi inflasi” untuk memperbaiki penyimpanan dari
convensional historical cost accounting yang memasukkan unsur perubahan harga
dan inflasi pada pendapatan dan asset. Perubahan harga menimbulkan masalah bagi
akuntansi dalam hal penilaian, unit pengukur, dan pemertahanan kapital. Masalah
penilaian berkaitan dengan dasar yang harus digunakan untuk mengukur nilai pos
pada suatu saat. Masalah unit pengukur berkaitan dengan perubahan daya beli
akibat perubahan tingkat harga umum. Masalah pemertahanan capital berkaitan
dengan pengertian laba sebagai selisih dua kapital yang harus ditentukan
jenisnya; financial atau fisis.
Akuntansi
bagi perubahan harga secara khusus berhubungan erat dengan manajer-manajer
perusahaan multinasional karena tingkat inflasi bervariasi secara substansial
antara suatu negara dengan negara lainnya, sehingga meningkatkan kemungkinan
dipengaruhinya pelaporan hasil-hasil operasi oleh efek-efek distorstif dari
inflasi. Pengaruh inflasi terhadap posisi keuangan dan kinerja perusahaan dapat
mengakibatkan tidak efisiennya keputusan operasional yang dibuat oleh manajer yang
tidak mengerti pengaruh dari inflasi itu sendiri. Dalam kaitannya dengan posisi
keuangan, aktiva keuangan seperti nilai kas akan berkurang nilainya selama
inflasi karena menurunnya daya beli. Konsekuensi-konsekuensi internasional dari
inflasi global sangat mengganggu. Karena inflasi telah mengikis standar
kehidupan sekarang ini yang memiliki penghasilan dan memperumit pengambilan
keputusan bisnis secar signifikan,
terjadinya kegelisahan politik sosial yang luas, tekanan-tekanan ekonomis tidak
di ragukan lagi tidak menyebabkan pergolakan-pergolakan politik yang telah
memberi warna pada politik global dalam kemajuan saat ini.
Pelaporan
keuangan merupakan bagian penting dari perusahaan, pelaporan merupakan bukti
pertanggungjawaban perusahaan. Dalam tinjauan ekonomi makro, terdapat
factor-faktor dari eksternal perusahaan yang mampu mempengaruhi nilai atau
aangka dari pelaporan keuangan, seperti perubahan harga.
Perubahan
harga adalah hal mutlak yang terjadi dalam suatu Negara yang dipengaruhi oleh
berbagai factor seperti kebijakan kurs mata uang, kebijakan pemerintah, dan
lain sebagainya. Harga yang mengalami sifat mudah berfluktuasi memberikan
dampak terhadap perusahaan, misalnya harga suatu barang yang ketika dibeli
(histori) mengalami peningkatan ketika hendak dijual sehingga perlunya
penyesuaian agar dapat memperoleh penghasilan yang relevan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perubahan Harga
2.1.1 Pengertian Perubahan Harga
Perubahan
harga yakni ketika harga barang dan jasa dalam suatu Negara mengalami
perubahan. perubahan harga tersebut dapat berupa Kenaikan harga secara
keseluruhan disebut inflasi (inflation), atau penurunan harga disebut deflasi
(deflation). Untuk memahami makna istilah perubahan harga (changing prices),
harus dibedakan antara pergerakan harga umum dan pergerakan harga spesifik,
yang keduanya masuk dalam istilah perubahan harga itu.
a.
Perubahan harga
umum
Suatu perubahan harga
umum terjadi apabila secara rata-rata harga seluruh barang dan jasa dalam suatu
perekonomian mengalami perubahan. Unit-unit moneter memperoleh keuntungan atau
mengalami kerugian daya beli. Kenaikan harga secara keseluruhan disebut inflasi
(inflation), sedangkan penurunan harga disebut deflasi (deflation).
b.
Perubahan harga spesifik
Perubahan harga spesifik mengacu pada perubahan
dalam harga barang atau jasa tertentu yang disebabkan oleh perubahan dalam
permintaan dan penawaran.
Daftar Istilah Akuntansi Inflasi
−
Atribut.
Karakteristik kuantitatif suatu pos yang diukur untuk keperluan akuntansi.
Contoh biaya hostori atau biaya penggantian merupakan atribut suatu aktiva.
−
Penyesuaian biaya kini. Nilai penyesuaian aktiva untuk perubahan dalam
harga tertentu.
−
Perubahan dalam kekayaan. Jumlah aktiva bersih suatu perusahaan yang dapat
ditarik tanpa mengurangi besar awalnya aktiva bersih.
−
Mekanisme Penyesuaian. Menfaat berupa keuntungan daya beli pemegang saham
yang berasal dari pendanaan utang dan pertanda bahwa perusahaan tidak perlu
mengakui tambahan biaya pengganti atas aktiva operasi sehubungan dengan aktiva
tersebut didanai melalui utang.
−
Ekuivalensi Daya Beli Umum. Jumlah uang yang telah disesuaikan terhadap
perubahan dalam tingkat harga umum.
−
Laba dan rugi pembelian umum. Lihat laba dan rugi moneter.
−
Mata uang tetap biaya historis. Lihat setara daya beli umum.
−
Keuntungan kepemilikan suatu investasi. Kenaikan biaya kini suatu aktiva nonmoneter.
−
Hiperinflasi.
Laju inflasi yang sangat besar terjadi pada saaat tingkat harga umum dalam
suatu perkekonomian meningkat sebesar lebih dari 25 % pertahun.
−
Inflasi.
Keniakan dalam tingkat harga umum seluruh barang dan jasa dalam suatu
perkeonomian.
−
Aktiva Moneter.
Klaim terhadap jumlah mata uang yang tetap dimasa depan seperti kas atau
piutang usaha.
−
Keuntungan Moneter.
Kenaikan dalam daya beli secara umum yang terjadi karena terdapatnya kewajiban
moneter selama periode inflasi.
−
Kewajiban Moneter.
Suati kewajiban untuk membayar jumlah mata uang tetap dimasa depan seperti
utang usaha atau uang dengan suku bunga tetap.
−
Kerugiaan Moneter.
Penurunan dalam daya beli secara umum yang terjasi karena terdapatnya aktiva
moneter selama periode inflasi.
−
Penyesuaian Modal Kerja Moneter. Pengaruh perubahan harga khusus terhadap seluruh
jumlah modal kerja yang digunakan oleh suatu usaha dalam menjalankan
operasinya.
−
Jumlah Nominal.
Jumlah mata uang yang belum disesuaikan dengan perubahan harga.
−
Aktiva non Moneter.
Aktiva yang tidak menunjukkan adanya klaim tetap terhadap kas seperti
persediaan, aktiva tetap, dan peralatan.
−
Penyesuaian Paratis. Suatu penyesuaian yang mencerminkan perbedaan
antara inflasi di Negara induk perusahaan dan perusahaan tuan rumah.
−
Kewajiban non moneter. Suatu utang yang tidak mengharuskan pembayaran
jumlah kas tetap dimasa depan seperti uang muka pelanggan.
−
Aktiva Permanent.
Istilah di Brasil utnuk aktiva tetap, gedung, investasi, beban tangguhan dan
depresiasi terkait serta jumlah deplasi atau amortisasi.
−
Indeks Harga.
Suatu rasio biaya dimana pembilang/numeratornya adalah biaya dari suatu
keranjang barang dan jasa yang representative dalam tahun berjalan, sedangkan
penyebutnya adalah biaya dari keranjang barang dan jasa yang sama pada tahun
dasar.
−
Daya Beli.
Kemampuan umum dari suatu unti moneter untuk memperoleh barang dan jasa.
−
Laba Riil.
Laba bersih yang telah disesuaikan untuk perubahan harga.
−
Biaya Penggantian.
Biaya kini untuk mengganti potensi jasa suatu aktiva dalam keadaan normal
usaha.
−
Mata Uang Pelaporan. Mata uang yang digunakan suatu perusahaan dalam
menyusun laporan keuangan.
−
Metode nyatakan kembali-translasikan. Digunakan pada saat suatu induk perusahaan
mengkonsolidasikan akun-akun anak perusahaan luar negeri yang beralokasi
disebuah lingkungan berinflasi.
−
Fluktuatif.
Dengan metode ini, akun anak perusahaan pertama-tama disajikan ulang dengan
inflasi lokal, kemudian ditranslasikan dalam mata uang induk.
−
Perubahan Harga Khusus. Perubahan dalam harga untuk komoditas khusus
seperti persediaan atau peralatan.
−
Metode tranlasikan saji-ulang. Suatu metode konsolidasi pertama-tama dengan
mentranslasikan akun-akun laporan keuangan anak prusahaan luar negeri ke dalam
mata uang induk perusahaan kemudian dinyatakan kembali jumlah yang
ditraslasikan terhadap inflasi induk perusahaan.
2.1.2 Mengapa Laporan Keuangan Di Masa
Perubahan Harga Berpotensi Menyesatkan?
Selama
masa inflasi, nilai aset yang dicatat sesua dengan biaya perolehannya jarang
mencerminkan nilai kini (yang lebih tinggi) dari aset tersebut. Nilai aset yang
di kecilkan mengakibatkan dikecilkannya pengeluaran dan di besarkannya laba.
Dari sudut pandang manajerial, pengukuran yang tidak akurat ini menimbulkan penyimpangan
pada (1) proyeksi keuangan berdasarkan data rangkaian waktu historis yang belum
disesuaikan, (2) anggaran yang menjadi dasar pengukuran, dan (3) data kinerja
yang gagal menahan pengaruh inflasi yang tidak terkendali. Sebaliknya,
pendapatan yang dibesarkan dapat menimbulkan :
·
Kenaikan pajak yang sebanding
·
Permintaan dividen yang lebih banyak
dari pemegang saham
·
Tuntutan kenaikan gaji karyawan
·
Kebijakan yang merugikan dari pemerintah
tuan rumah ( misalnya pajak yang dibebankan atas kelebihan laba )
Jika harus
mendistribusikan semua laba yang dibesarkan (dalam bentuk pajak , dividen ,
gaji, dan semacamnya yang lebih besar), suatu perusahaan mungin tidak akan
memiliki cukup sumber daya untuk mengganti aset tertentu yang mengalami
kenaikan harga , seperti persediaan , pabrik dan peralatan.
Kegagalan
untuk menyesuaikan data keuangan dengan perubahan daya beli unit moneter juga
mempersulit pembaca laporan keuangan untuk menafsirkan dan membandingkan
kinerja operasi perusahaan. Pada masa inflasi , pendapatan biasanya di sajikan
dalam mata uang yang daya beli umumnya lebih rendah (yaitu daya beli tahun
berjalan ) , ketimbang berlaku untuk pengeluaran terkait. Biaya disajikan dalam
mata uang dengan daya beli umum lebih tinggi karena biasanya mencerminkan pemakaian
sumber daya yang diperoleh di masa lampau (misalnya penyusutan pabrik yang
dibeli sepuluh tahun silam). Ketika daya beli unit moneter lebih tinggi.
Mengurangi biaya berdasarkan daya beli historis dari pendapatan berdasarkan
daya beli kini menyebabkan laba tidak diukur secara akurat .
2.1.3
Jenis – Jenis
Penyesuaian Inflasi
Rangkaian statistik yang bertujuan
mengukur perubahan harga umum maupun khusus biasanya tidak berjalan sesuai
secara bersamaan. Tiap perubahan harga memiliki pengaruh yang berlainan
terhadap pengukuran posisis keuangan dan kinerja operasional perusahaan.
Memperhitungkan pengaruh perubahan
tingkat harga umum terhadap laporan keungan disebut model historical
cost-constan purchasing power-daya beli tetap-biaya historis.
2.1.4
Penyesuaian Tingkat - Harga Umum
Jumlah
mata uang yang disesuaikan dengan perubahan tingkat-harga umum disebut mata
uang tetap-biaya historis atau setara daya beli umum. Jumlah mata uang yang
belum disesuaikan disebut jumlah nominal. Jika biaya historinya dialokasikan
untuk laba tahun berjalan, maka pendapatan, sebagai indikator daya beli
disesuaikan dengan biaya yang menunjukkan daya beli untuk tahun sebelumnya
ketika asset belum dibeli.
Indeks
Harga
Perubahan
tingkat-harga umum diukur oleh indeks tingkat-harga menurut rumus ∑P1Q1 / ∑P0Q0
dengan P = harga komoditas dan q = jumlah yang dikonsumsi.
Penggunaan
Indeks Harga
Angka
indeks harga biasanya digunakan dalam
transaksi jumlah uang yang dibayarkan di periode sebelumnya ke dalam setara
daya beli akhir periodenya. Rumus yang dipakai :
GPLc/GPLtd
x Jumlah nominaltd = PPEc
Keterangan
GPL =
indeks harga umum
c = tahun berjalan
td = tanggal transaksi
PPE =
setara daya beli umum
Angka
tingkat-harga yang disesuaikan bukan merupakan biaya kini dari pos yang
dipersoalkan,melainkan masih merupakan angka biaya historis. Angka historis
hanya sekedar disajikan dalam unit ukuran baru yaitu daya beli umum di akhir
periode. Jika semua transaksi dilakukan secara seragamselama periode tertentu ,
maka penyesuaian tingkat harga jalan pintas dapat digunakan. Rumus yang dapat
digunakan :
GPLc/GPLavg
x Pendapatan total = PPEc
Objek Penyesuaian Tingkat -Harga Umum
Secara
tradisional, laba adalah bagian dari kekayaan yang dapat ditarik oleh
perusahaan selama periode akuntansi tertentu, tanpa mengurangi kekayaan dibawah
tingkat awalnya. Dengan asumsi tidak ada investasi oleh pemilik suatu
perusahaan selama periode tersebut. Akuntansi konvensional menghitung laba sebagai
jumlah maksimal yang dapat ditarik oleh perusahaan tanpa mengurangi modal uang
awalnya.
Jika
kita tidak bisa memperoleh harga stabil maka perhitungan laba konvensional
cenderung menghitung kekayaan bersih perusahaan setelah pajak secara tidak
akurat. Model daya-beli tetap-biay historis mengatasi ketimpangan denga
menghitung laba,sedemikian sehingga perusahaan dapat membayarkan seluruhnya
sebagai deviden sekaligus mempertahankan daya beli di akhir tahun agar sama
dengan di awal tahun.
2.1.5 Penyesuaian Biaya Kini
Model biaya kini
berbeda dengan akuntansi konvensional, yaitu.
1. Aset
dinilai pada biaya kininya ketimbangan biaya historisnya. Oleh karena itu aset
pada dasarnya sama dengan nilai diskonto kini dari arus kas di masa depan,
pendukung model biaya-kini berpendapat bahwa nilai kini memperlihatkan secara
lebih baik pengukuran pendapatan dan potensi arus kas perusahaan dimasa depan
kepada pembaca laporan keuangan.
2. Laba
didefenisikan sebagai kekayaan bersih setelah pajak perusahaan, yaitu jumlah
sumber daya yang dapat didistribusikan perusahaan di suatu periode sambil tetap
mempertahankan kapasitas produksi atau modal fisiknya.
Satu cara untuk
mempertahankan modal dengan cara menyesuaikan posisi awal bersih perusahaan
seperti harga tagihan lancar, daftar harga dari penyedia. Dapat diilustrasikan
dalam bentuk persamaan akuntansi yaitu.
Aset
= Kewajiban + Ekuitas Pemilik
|
|||
Kas
|
Persediaan
|
Modal
|
|
1
|
100.000
|
100.000
|
|
2
|
(100.000)
|
100.000
|
|
3
|
150.000
|
150.000
(pendapatan)
|
|
4
|
40.000
|
40.000
reval OE
|
|
5
|
(140.000)
|
(140.000)
beban
|
Keterangan.
·
Baris 1, menunjukkan pengaruh investasi
awal perusahaan sebesar ARS100.000 terhadap laporan keuangan
·
Baris 2, menunjukkan pertukaran kas
dengan persediaan, dengan asumsi kenaikan gaji sebesar 50%.
·
Baris 3, menunjukkan penjualan persedian
untuk mendapatkan kas, yang meningkatkan ekuitas pemilik dengan jumlah yang
sama.
·
Baris 4, menunjukkan beban kini pada
penjualan, perusahaan meningkatkan nilai dukungan persediaan sebesar 40%, ganti
rugi tersebut guna untuk kenaiakan akan revaluasi ekuitas pemilik sebesar
ARS40.000. penyesuaian ini memiliki dampak yaitu. Jumlah revaluasi
memperlihatkan kepada pembaca lap. Keuangan bahwa perusahaan harus menyimpan
tambahan sebesar ARS40.000 dalam usaha agar mampu mengganti persediaan yang
mengalami kenaikan biaya pengganti.
·
Baris 5, menunjukkan revaluasi
persediaan meningkatkan beban sumber daya yang menjadi setara dengan beban
ekonomi kini.
2.1.6 Biaya Kini
Disesuaikan dengan Tingkat-Harga Umum
Opsi
pelaporan ini bertujuan untuk menggabungkan karakteristik model tingkat-harga
umum dan model biaya-kini. Pengukuran ini disebut dengan model biaya kini yang
disesuaikan degan tingkat harga menggunakan indeks harga umum dan khusus. Salah
satu tujuan model tingkat harga-umum, yaitu untuk mengungkapkan laba dan aset
bersih pada ekuivalen daya beli akhir tahun perusahaan. Tujuan dari model
biaya-kini yaitu untuk melaporkan aset bersih perusahaan pada biaya kininya dan
melaporkan jumlah laba yang menggambarkan kekayaan bersih setelah pajak.
Ciri
khas model biaya-kini, pengungkapan perubahan biaya kini dari aset nonmoneter
perusahaan setelah dikurangi inflansi. Bertujuan untuk memperlihatkan bagian
perubahan nilai aset nonmoneter yang melebihi atau kurang dari perubahan daya
beli umum.
Kenaikan
aset nonmoneter akibat inflansi umum merupakan jumlah saldo yang harus dimiliki
perusahaan agar mampu menghadapi inflansi umum. Dan salah satu komponen yang
lainnya, misalnya kenaikan biaya kini yang melampaui inflnsi umum dianggap oleh
sejumlah pihak sebagai laba modal atas aset nonmoneter yang belum
direalisasikan. Komponen terkhir ini bukan merupakan laba, malinkan kenaikan
biaya perusahaan yang harus dimiliki perusahaan dalam mempertahankan produknya
Laba
atau rugi kumulatif dari aset nonmonter induk- pos ini merupakan
perubahan kumulatif atas nilai aset nonmoneter yang diakibatkan selain oleh
inflansi umum.
Pos ini dihitung hanya
jika model beban-khusu digunakan, karena beban ini dibndingkan dengan penyajian
ulang dengan yang ditentukan oleh indeks harga konsumen nasional. Jika beban
khusus lebih besar daripada indeks tersebut, maka laba akan diperoleh aset
nonmoneter induk, jika tidak maka rugi akan diperoleh.
Laba
atau rugi moneter kumulatif- pos ini merupakan
pengaruh bersih yang muncul dari penyajian ulang awal dari angka-angka dalam
laporan keuanagan.
2.1.7
Pendekatan
Terhadap Akuntansi Inflasi Di Beberapa Negara
Beberapa
negara bereksperimen dengan pendekatan akuntansi inflasi yang beragam.
Praktisi-praktik yang berlaku di lapangan juga mencerminka berbagai pertimbangan
pragmatis, seperti tingkat keparahan inflasi nasional dan sudut pandang
pihak-pihak yang merasakan pengaruh langsung dari angka-angka akuntansi
inflasi. Guna memahami praktisi-praktik yang berlakudewasa ini, akan bermanfaat
jika kita menelaah pendekatan terhadap akuntansi inflasi yang dilakukan oleh
beberapa negara.
Amerika
Serikat
FASB
1979 menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (SFAS) No. 33 tentang
“Pelaporan Keuangan dan Perubahan Harga”, yang mengharuskan
perusahaan-perusahaan di AS yang memiliki persediaan dan aset tetap (sebelum
dikurangi akumulasi penyusutan) senilai lebih dari $125 juta, atau memiliki
total aset senilai lebih dari $1M, untuk mencoba mengungkapakan baik daya beli
tetap-biaya historis maupun daya beli tetap biaya kini selama lima tahun.
Sebagai kerangka pengukuran dasar untuk laporan keuangan utama, pengungkapan
ini lebih ditujukan untuk melengkapi informasi beban historis daripada
menggantinya.
Banyak
pengguna dan pembuat laporan keuangan yang menaati SFAS No.33 yang merasakan
bahwa (1) pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FSAB membingungkan, (2) biaya
penyajian pengungkapan ganda terlalu mahal dan (3) pengungkapan daya beli
tetap-biaya historis kurang berguna jika dibandingkan dengan data beban
terkini. Oleh karena itulah, FASB memutuskan untuk menyarankan, dan tidak
mewajibkan, perusahaan pelapor di AS untuk mengungkapkan baik informasi daya
beli tetap-biaya historis maupun daya beli tetap-biaya kini. Pedoman yang
diterbitkan oleh FASB (SFAS 89) bertujuan untuk membantu perusahaan yang
melaporkan pengaruh perubahan harga terhadap laporan keuangan, disamping
sebagai cikal bakal standar akuntansi inflasi di masa mendatang.
Perusahaan
pelapor disarankan untuk mengungkapkan informasi berikut tiap lima tahun terakhir:
·
Penjualan bersih dan pendapatan
operasional lain
·
Laba operasional berkelanjutan
berdasarkan biaya-kini
·
Daya beli laba atau rugi ats pos-pos
moneter bersih
·
Peningkatan atau penurunan biaya kini
atau jumlah yang dapat dipulihkan yang lebih rendah (yaitu jumlah kas bersih
yang diperkirakan dapat dipulihkan lewat penggunaan atau penjualan) dari
persediaan atau asset tetap, setelah dikurangi inflasi (perubahan tingkat-harga
umum).
·
Semua penyesuaian transaksi gabungan
mata uang asing, berdasarkan biaya-kini
·
Aset bersih di akhir tahun berdasarkan
biaya-kini
·
Pendapatan per saham
·
Dividen per saham dari saham biasa
·
Harga pasar per saham dari saham biasa
di akhir tahun
·
Tingkat Indeks Harga Konsumen yg
digunakan untuk mengukur dari operasional berkelanjutan.
Untuk
meningkatkan komparabilitas data diatas, informasi yang diberikan dapat
disajikan baik dalam (1) rata-rata setara daya beli (atau di akhir tahun),
maupun (2)dolar pada periode pokok (1967) yang digunakan untuk menghitung CPI.
Jika laba berdasarkan daya beli tetap biaya-kini berbeda secara signifikan dari
laba biaya historis, maka perusahaan diminta untuk menyajikan lebih bnyak data.
Pedoman
SFAS No.89 juga mencakup operasi luar negeri yg disertakan dalam laporan
keuangan konsolidassi perusahaan induk di AS. Perusahaan yang menggunakan dolar
sebagai mata uang fungsional untuk mengukur operasi luar negerinya menggunakan
perspektif mata uang induk. Oleh karenanya, akun-akun dalam laporan keuangan
harus ditranslasikan ke dalam dolar, kemudian disesuaikan dengan inflasi di AS
(metode tranlasi-saji ulang).
Inggris
Komite
Standar Akuntansi Inggris (ASC) menerbitkan pernyataan Praktik Akuntansi
Standar no.16 (SSAP No.16), “Akuntansi Biaya-Kini”, berdasarkan eksperimen
selama 3 tahun pada bulan Maret 1980. Meskipun
tidak berlaku sejak tahun 1988, metode SSAP No.16 dianjurkan untuk perusahaan
perusahaan yang secara sukarela menyesuaikan akun-akunnya dengan inflasi.
SSAP
No.16 berbeda dengan SFAS No.33 dalam dua aspek utama. Pertama, SSAP No.16
hanya menggukan metode biaya-kini untuk pelaporan eksternal, sedangkan SFAS
No.33 mewajibkan akuntansi dolar konstan maupun biaya-kini. Kedua, laporan
biaya-kini pada SSAP No.16 mewajibkan laporan laba rugi maupun neraca
biaya-kini berserta catatannya, sedangkan penyesuaikkan inflasi SFAS No.33
hanya berfokus pada laporan laba rugi. Standar Inggris memberikan 3 pilihan
dalam pelaporan:
1.
Menyajikan akun-akun biaya-kini sebagai
laporan dasar dengan dilengkapi akun-akun biaya-historis.
2.
Menyajikan akun-akun biaya-historis sebagai
laporan dasar dengan dilengkapi akun-akun biaya-kini.
3.
Menyajikan akun-akun biaya-kini saja
dengan dilengkapi akun-akun biaya-historis seperlunya.
Terkait
pos-pos moneter, SFAS No.33 mewajibkan pengungkapan angka-angka laba dan rugi
secara terpisah, sedangkan SSAP No.16 mewajibkan 2 jenis angka yg mencerminkan
pengaruh perubahan harga khusus. Jenis pertama, yg disebut sebagai penyesuaian
modal kerja moneyer (MWCA), mengakui pengaruh perubahan harga khusus terhadap
jumlah modal kerja yg digunakan dalam operassi bisnis. Sama halnya dengan saldo
laba atau rugi moneter yg disyaratkan oleh model tingkat-harga-umum,
penyesuaian ini mengakui bahwa barang dan jasa yg diperoleh perusahaan bersifat
lebih khusus dalam hal asset tetapnya jika dibandingkan dg barang dan jasa yg
dikonsumi public. Jenis kedua, yg disebut penyesuaian utang modal,
memperhatikan dampak perubahan harga khusus terhadap asset non-moneter
perusahaan (misalnya penyusutan, beban penjualan dan modal kerja moneter).
[(TL – CA) / (FA + I + MWC)] (CC Dep.
Adj. + CC Sales Adj. + MWCA)
di mana
TL =
total kewajiban selain utang penjualan
CA =
aset lancar selain piutan pejualan
FA =
aset tetat termasuk investasi
I = persediaan
MWC =
modal kerja moneter
CC Dep. Adj. = penyesuaian penyusutan biaya-kini
CC Sales Adj. = penyesuaian penjualan biaya-kini
MWCA = penyesuaian modal kerja moneter
Brasil
Inflasi
sering dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dunia bisnis di
Amerika Latin, Eropa Timur dan Asia Tenggara. Mengingat pengalamannya dg
inflasi di masa lalu, pendekatan yg dilakukan oleh Brasil terhadap akuntansi
inflassi sangat informative.
Meskipun
sudah tidak diwajibkan, akuntansi inflassi yg dianjurkan di Brasil dewasa ini
terdiri atas 2 pilihan pelaporan: Undang-Undang Perusahaan Brasil dan Komisi
Sekuritass dan Bursa Brasil. Sesuai dg undang-undang perusahaan, penyesuaian
inflasi dilakukan dg menyajikan ulang asset permanaenn dan akun-akun ekuitas
pemegang saham dg menggunakan indeks harga yg diakui oleh pemerintah federal
sebagai alat ukur devaluasi mata uang local. Asset permanen terdiri atas asset
tetap, gedung, investasi, beban ditangguhkan beserta penyusutan dan amortisasi
atau deplesi akun-akun (termasuk semua penyisihan penghapusan asset produktif).
Akun ekuitas pemegang saham terdiri atas modal, cadangan pendapatan, cadangan
revaluasi asset tetap ke dalam biaya pengganti kininya, setelah dikurangi
provisi penyusutan teknis dan fisik.
Penyesuaian
inflassi terhadap aset pemanen dan ekuitas pemegang saham diterima bersih dan
kelebihannya diungkapkan secar terpisah dalam laba kini sebagai laba atau rugi
koreksi moneter.
2.1.8 International
Accounting Standards Broad (IASB)
IASB
menyimpulkan bahawa laporan posisis keuangan dan kinerja operasional yang
dinyatakan dalam mata uang lokal dilingkungan hiperinflasi tidak bermanfaat.
Secara khusus, laporan keuangan perusahaan yang menggunakan mata uang
dilingkungan hiperinflasi, baik
berdasarkan pada model penilaian historismaupun biaya-kini, harus diungkapkan
kembali pada daya beli tetap pertanggal neraca. Peraturan ini juga berlaku
untuk angka-angka serupa ditahun sebelumnya. Laba atau rugi daya beli terkait
posisi kewajiban atau aset menetr bersih harus dimasukan kedalam laba bersih.
Perusahaan laporan juga harus mengungkapkan:
1. Fakta
bahwa penyajian ulang atas perubahan daya beli umum unit pengukuran telah
dilakukan
2. Model
penilaian aset yang digunakan dalam laporan utama (yaitu penilaian historis
atau biaya-kini)
3. Identitas
dan tingkat indeks harga per tanggal neraca, berikut pergerakannya selama tahun
pelaporan
4. Laba
atau rugi moneter bersih tahun berjalan
2.1.9 Hal-hal Terkait Inflasi
Para analisis
harus memperhatikan hal-hal berikut saat membaca laporan yang disesuaikan
dengan ingflasi: (1) apakah pengaruh inflasi dapat diukur secara lebih baik
oleh dolar tetap atau biaya-kini, (2) perlakuan akuntansi untuk laba dan rugi
inflasi, (3) akuntansi inflasi asing, (4) pengaruh gabungan dari tingkat
inflasi dan bursa efek. Point pertama tdan ketiga kita bahas secara bersamaan.
Laba dan Rugi Inflasi
Perlakuan
terhadap laba dan rugi atas pos-pos moneter (seperti kas,utang, dan piutang)
merupakan isu yang komersial. Survei yang dilakukan terhadap praktik-praktik di
berbagai negara menunjukan keragaman yang penting dalam hal ini.
Laba atu rugi tas pos-pos moneter di AS dihitung dengan cara menyajikan
ulang saldo awal, saldo akhir, serta semua transaksi dari seluruh aset dan
kewajiban moneter (termasuk utang jangka panjang) dalam laporan tetap. Saldo
yang diperoleh kemudian diungkapkan sebagi pos tersendiri. Perlakuan ini
menganggap laba dan rugi pada pos-pos moneter berbeda dengan jenis laba lain.
Di
inggris, laba dan rugi atas pos-pos moneter dikelompokan menjadi modal kerja
moneter dan penyesuaian utang modal, kedua pos tersebut dihitung menurut
perubahan harga khusus (bukan umum). Penyesuian utang modal menunjukan
penerimaan (atau beban) yang diperoleh pemegang saham dari utang pembiayaan
selama masa perubahan harga.
Pendekatan
yang diterapkan di Brasil, yang sudah tidak diwajibkan lagi, tidak menyesuaikan
aset dan kewajiban lancar secara eksplisit, karena saldo keduanya dinyatakan
dalam nilai yang dapat diungkapkan. Penyesuaian aset permanen yang melebihi
penyesuian ekuitas merupakan bagian dari aset permanen yang diperoleh lewat
utang, sehingga menghasilkan laba daya beli. Sebaliknya, penyesuaian ekuitas
yang melebihi penyesuian aset permanen merupakan bagian dari modal kerja yang
dibiayai oleh ekuitas. Rugi daya beli diakui untuk bagian ini selama inflasi.
SSAP
No, 16 memiliki cara yang lebih baik untuk menangani pengaruh inflasi selain
persedian, pabrik, dan peralata, perusahaan juga harus meningkatkan modal kerja
moneter nominal bersih guna memprtahankan daya operasional seiring naiknya
harga. Meski begitu fenomena ini seharusnya tidak diukur dengan daya beli umum
karena perusahaan hampir tidak pernah berinvestasi di keranjang belanja
ekonomi. Kami yakin bahwa tujuan akuntansi inflasi ialah untuk mengukur kinerja
perusahaan dan memungkinkan pihak yang tertarik untuk menilai jumlah, waktu,
dan potensi arus kas dimasa depan.
Suatu
perusahaan dapat mengukur daya beli yang dimilikinya untuk memperoleh barang
danjasa tertentu lewat indeks pengukur laba dan rugi moneter, karena tidak
semua perusahaan mampu memperoleh indeks daya beli khasnya sendiri, pendekatan
yang dilakukan di Ingris menjadi alternatif yang baik. Namun kami lebih memilih
untuk memperlakukan penyesuaian utang modal sebagai pengurangan atas
penyesuaian biya-kini untuk pos-pos penyusutan, beban penjualan, dan modal
kerja moneter daripada mengungkapkan. Kami beranggapan bahwa beban biaya-kini
dan saji ulang biaya historis selama inflasi dapat tertutup oleh pengurangan
beban utang jasa yang digunakan untuk membiayai pos-pos operasional tersebut.
Laba
dan Rugi Modal
Akuntansi
nilai kini membagi laba bersih ke dalam dua kategori: (1) laba operasional
(selisih antara pendapatan lancar dengan biaya kini sumber daya yang
dikonsumsi) dan (2) laba yang belum direalisasikan dari kepemilikan asset
nonmonoter yang nilai penggantinya mengalami kenaikan selama inflasi
berlangsung. Pengukuran laba modal mudah dilakukan, namun perlakuan
akuntansinya sulit. Kami berpendapat bahwa kenaikan biaya pengganti asset
operasional (contohnya proyeksi arus kas keluar untuk mengganti peralatan)
bukan merupakan laba, baik terealisasimaupun tidak. Perubahan biaya kini
persediaan, pabrik, peralatan, dan asset operasional lain merupakanrevaluasi
terhadap ekuitas pemilik, yang menjadi bagian dari laba yang harus dimiliki
perusahaan guna mempertahankan modal fisik, sedangkan laba berdasarkan biaya
kini merupakan pengukuran terhadap kekayaan bersih setelah pajak dari
perusahaan ini. Asset yang ditahan untuk tujuan spekulasi, seperti tanah kosong
atau surat berharga yang dapat diuangkan, tidak harus diganti jika ingin
mempertahankan daya produksi. Oleh karenanya, jika penyesuaian biaya-kini
mencakup pos-pos ini, kenaikan atau penurunan setaraharus dinyatakan secara
langsung dalam akun laba.
Inflasi
Asing
Di
Amerika Serikat, FASB berupaya menangani inflasi dengan cara mewajibkan
perusahaan pelapor besar untuk bereksperimen baim dengan daya beli tetap-biaya
historis maupun dengan pengungkapan biaya-kini. FAS No 89, yang menganjurkan
(namun tidak mewajibkan) perusahaan untuk menerangkan perubahan harga, tidak
berhasil memecahkan isu ini pada dua tingkatan. Pertama, perusahaan boleh tetap
menyajikan nilai asetnonmoneternya pada biaya historis (yang disaji ulang untuk
perubahan tingkat harga), atau boleh juga menyajikan ulang dalam setara
biaya-kininya. Kedua, perusahaanyang memilih untuk menyajikan data biaya-kini
untuk operasi luar negri memiliki dua opsi metode translasi dan saji ulang
laporan anak perusahaan ke dalam dolar AS. Perusahaan tersebut boleh menyajikan
ulang ke dalam inflasi asing, kemudian mentranslasikannya ke dalam mata uang
induk perusahaan (metode saju ulang-translasi), atau boleh mentranslasikannya
ke dalam mata uang induk perusahaan, kemudian menyajikan ulang ke dalam mata
uang induk perusahaan, kemudia menyajikan ulang ke dalam inflasi (translasi-saji
ulang). Kini dapat menentukan pilihan metode dengan menggunkan kerangka berorientasi keputusan.
Investor
peduli dengan potensi perusahaan untuk menghasilkan dividen, karena nilai
investasi mereka pada akhirnya bergantung pada deviden di masa mendatang.
Potensi perusahaan untuk menghasilkan dividen berhubungan secara langsung
dengan kemampuannya untuk menghasilkan barang dan jasa. Dividen akan dihasilkan
di masa mendatang hanya jika perusahaan mempertahankan daya produksinya.
Oleh
karena itu, investor memerlukan laporan yang disesuaikan dengan tingkat harga
khusus, bukan harga umum. Ini karena penyesuaian tingkat harga khusus menjadi
penentu jumlah maksimal yang bisa dibayarkan oleh perusahaan sebagai dividen
tanpa mengurangi daya produksinya.
Kami memilih prosedur
penyesuaian tingkat harga sebagai
berikut:
1. Menyajikan
ulang seluruh laporan keuangan anak perusahaan, baik domestic maupun asing, dan
induk perusahaan guna mencerminkan perubahan harga khusus.
2. Mentranslasikan
seluruh laporan anak perusahaan asing ke dalam setar mata uang domestic melalui
konstanta
3. Menggunakan
indesk harga khusus yang relevan dengan apa yang dikonsumsi perusahaan
dalam perhitungan laba atau rugi
monoter. Perspektif perusahaan induk mensyaratkan indeks harga domestic,
sedangkan perspektif perusahaan local mensyaratkan indeks harga local.
Menyajikan
ulang laporan perusahaan asing maupun domestic ke dalam setara harga-kini
khusus menghasilkan informasi yang relevan dengan keputusan. Akan lebih mudah
bagi kita untuk membandingkan dan mengevaluasi hasil konsolidasi seluruh
perusahaan di masa mendatang. Filosofi pelaporan ini dipaparkan oleh Dewey R.
Borst, pengawas keuangan Inland Steel Company:
Manajemen
berusaha mendapatkan informasi terkini dan terbaik untuk memonitor kinerja
mereka di masa lampau, serta untuk memandu mereka dalam mengambil keputusan
dimasa kini. Kalangan luar menilai laporan keuangan untuk laporan serupa, yakni
untuk menentukan kinerja perusahaan di masa lampau dan perkiraan kinerjanya di
masa mendatang. Oleh karenanya, tidak ada alas an yang kuat bagi kita untuk
memiliki dua jenis data dan metode penyajian laporan keuangan. Data serupa yag
kini tersedia melalui pengembangan akuntansi manajerial juga sesuai untuk pihak
luar.
Menghindari
Double-Dip
Ketika
menyajikan ulang laporan perusahaan yang bertempat di luar negeri ke dalam
inflasi asig, perusahaan terkadang menghitung pengaruh inflasi dua kali.
Dikenal sebagai double-dip, persoalan
ini muncul karena inflasi local mempengaruhi nilai tukar yang digunakan dalam
translasi secara langsung. Meskipun teori ekonomi mengasumsikan hubungan
terbalik antara tingkat inflasi internal dengan nilai eksternal mata uang dari
suatu negara, bukti-bukti menunjukkan bahwa hubungan ini jarang bertahan
(setidaknya untuk waktu yang singkat). Sesuai dengan hal ini, besarnya
penyesuaian yang dihasilkan untuk menghilangkan double-dip akan beragam, bergantung pada tingkat korelasi negatif
antara nilai tukar dengan inflasi diferensial.
Sebagai
mana dibahas sebelumnya, penyesuaian inflasi atas beban penjualan atau beban
penyusutan bertujuan untuk mengurangi laba”tersaji” guna menghindari saldo laba
yang seolah lebih besar. Namun, akibat hubungan terbalik antara inflasi lokal
dengan nilai mata uang, perubahan nilai tukar pada reretan laporan keuangan
yang lazimnya disebabkan oleh inflasi (minimal selama periode tertentu)
setidaknya akan menyebabkan inflasi (misalnya penyesuaian transaksi mata uanag)
mempengaruhi laba “tersaji” dari perusahaan. Oleh karenanya, agar tidak
dilakukan dua kali, penyesuaian inflasi harus menyertakan rugi translasi yang
telah tercemin dalam laba “tersaji” perusahaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi kami
menyimpulkan bahwa perubahan harga sangat erat kaitannya denga pelaporan
keuangan. Seiap perusahaan yang melakukan transaksi jual beli jasa/barang akan
diperhadapkan pada masalah perubahan harga baik itu inflasi(kenaikan harga)
maupun deflasi(penurunan harga). Perubahan harga menimbulkan perbedaan biaya
dalam suatu asset ataupun nilai dari laba perusahaan. Sehingga metode yang
diterpakan oleh beberapa negara untuk mengakui perubahan harga (akuntansi
inflasi) yakni General Price Level Adjustment
( penyesuaian harga umum dan Current Cost Accounting ( biaya saat ini
atau terkini). Dengan mengakui perubahan harga akan memaksimalkan keuntungan
dan menghindari perhitungan biaya depresiasi yang tidak relevan.. Pada periode
perubahan harga ini laporan keuangan sangat teramat rentan terhadap resiko penyesatan
para penggunanya. Resiko ini terjadi karena adanya ketidak akuratan pengukuran
yang menyebabkan distorsi pada proyeksi keuangan yang didasarkan pada data seri
waktu historis, anggaran yang menjadi dasar pengukuran kinerja dan data kinerja
yang tidak dapat mengisolasi pengaruh perubahan harga yang tidak dapat
dikendalikan. Resiko tersebut menimbulkan kesulitan para pembaca untuk
menginterpretasikan dan membandingkap laporan keuangan. Terdapa dua jenis
metode yang dapat dilakukan untuk melakukan penyesuaian terhadap inflasi, yaitu
(1) akuntansi untuk laporan keuangan atas perubahan tingkatan harga umum yang
disebut sebagai model daya beli konstan biaya historis, dan (2) akuntansi untuk
perubahan harga khusus yang disebut dengan model biaya kini.
Daftar
Pustaka
Frederick D.S.
Choi dan Gary K. Meek. 2010. International Accounting, 6th ed. Buku 2.
Jakarta: Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar